Jumrah Aqabah: Waktu Lempar, hingga Doa Setelah Ibadahnya

Jumrah Aqabah adalah salah satu rangkaian penting dalam pelaksanaan ibadah haji yang memiliki makna mendalam bagi umat Islam. Ritual ini dilakukan dengan melemparkan tujuh butir batu kecil ke tiang jumrah terbesar, yang melambangkan perlawanan terhadap godaan setan. Artikel ini akan membahas waktu pelaksanaan Jumrah Aqabah, tata cara melempar batu, hingga doa yang dianjurkan setelah menjalankan ibadah ini, sehingga para jamaah dapat memahami esensi dan tuntunan ritual dengan lebih mendalam.

jumrah aqabah
Photo by Kemenag

1. Waktu Melempar Jumrah Aqabah

Berdasarkan muhammadiyah.or.id, pada tanggal 10 Zulhijah, setelah tiba di Mina, para jemaah haji melaksanakan salah satu ritual penting dalam ibadah haji, yaitu melempar Jumrah Aqabah. Ritual ini dilakukan dengan melemparkan tujuh butir batu kerikil secara berurutan. Pelaksanaan melempar Jumrah Aqabah berlandaskan pada hadis Nabi Muhammad Saw.

Hadis tersebut diriwayatkan oleh Ibn ‘Abbas melalui al-Fadl Ibn ‘Abbas, yang saat itu membonceng di belakang Rasulullah Saw. Dalam hadis itu disebutkan bahwa Rasulullah Saw memberi arahan kepada umatnya pada sore hari di Arafah dan pagi hari di Jamak saat mereka bergerak menuju Mina. Beliau berkata, “Berjalanlah dengan tenang.” Rasulullah Saw pun mengarahkan untanya dengan perlahan hingga tiba di lembah Muhassir. Ketika itu, beliau berseru, “Ambillah kerikil untuk melempar Jumrah.” (H.R. Muslim).

2. Doa Lempar Jumrah Aqabah

Berdasarkan muhammadiyah.or.id, setiap kali melemparkan batu kerikil, jemaah haji dianjurkan untuk mengucapkan takbir “Allahu Akbar” dan memanjatkan doa berikut:

اللهم اجعلْهُ حَجًّا مبرورًا، وذَنْبًا مغفورًا

Allahumma-j‘alhu ḥajjan mabrūran, wa dzanban maghfūran

Artinya: “Ya Allah, jadikanlah ini haji yang mabrur dan dosa yang diampuni.”

Anjuran ini didasarkan pada hadis Nabi Muhammad Saw yang diriwayatkan oleh ‘Abd ar-Rahman Ibn Yazid. Dalam hadis tersebut disebutkan:

عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ يَزِيدَ ، قَالَ: كُنْتُ مَعَ عَبْدِ اللهِ، حَتَّى انْتَهَى إِلَى جَمْرَةِ الْعَقَبَةِ، فَقَالَ: نَاوِلْنِي أَحْجَارًا، قَالَ: فَنَاوَلْتُهُ سَبْعَةَ أَحْجَارٍ، فَقَالَ لِي: خُذْ بِزِمَامِ النَّاقَةِ، قَالَ: ثُمَّ عَادَ إِلَيْهَا، فَرَمَى بِهَا مِنْ بَطْنِ الْوَادِي بِسَبْعِ حَصَيَاتٍ، وَهُوَ رَاكِبٌ، يُكَبِّرُ مَعَ كُلِّ حَصَاةٍ، وَقَالَ: اللهُمَّ اجْعَلْهُ حَجًّا مَبْرُورًا، وَذَنْبًا مَغْفُورًا، ثُمَّ قَالَ: ” هَاهُنَا كَانَ يَقُومُ الَّذِي أُنْزِلَتْ عَلَيْهِ سُورَةُ الْبَقَرَةِ “

“Dari ‘Abd ar-Rahman Ibn Yazid, ia berkata: Aku bersama Abdullah hingga tiba di Jumrah Aqabah. Kemudian ia berkata, ‘Berikanlah aku beberapa batu kerikil.’ Aku pun memberikannya tujuh butir kerikil, lalu ia berkata kepadaku, ‘Peganglah tali kekang unta ini.’ Setelah itu, ia melemparkan batu kerikil dari lembah tersebut sebanyak tujuh kali, sambil bertakbir pada setiap lemparan. Ia juga berdoa, ‘Allahumma-j‘alhu ḥajjan mabrūran, wa dzanban maghfūran.’ Setelah selesai, ia menambahkan, ‘Di sinilah tempat berdirinya orang yang diturunkan kepadanya surat al-Baqarah.'” [H.R. Ahmad].

3. Waktu Larangan Lontar Jumrah

Berdasarkan panduan dari Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag), terdapat waktu tertentu di mana jemaah haji Indonesia dilarang untuk melontar jumrah. Larangan ini berlaku pada tanggal 10 Zulhijah, tepatnya dari pukul 04.30 hingga 10.00 waktu Arab Saudi. Kebijakan ini ditetapkan untuk menghindari risiko kepadatan dan potensi bahaya yang dapat terjadi karena tingginya jumlah jemaah dari seluruh dunia yang berkumpul di lokasi tersebut pada waktu tersebut.

Pada waktu itu, Jamarat, yakni area pelontaran jumrah, biasanya sangat ramai karena banyak jemaah dari berbagai negara juga melaksanakan ibadah melontar Jumrah Aqabah. Hal ini sering kali menyebabkan kepadatan ekstrem di area Jamarat, yang dapat berisiko menimbulkan bahaya seperti desak-desakan, kelelahan akibat panas, hingga insiden tidak diinginkan lainnya. Mengingat hal ini, Kemenag meminta jemaah haji Indonesia untuk tetap berada di tenda masing-masing di Mina selama waktu larangan tersebut.

Anjuran ini bertujuan untuk menjaga keselamatan jemaah sekaligus memberikan waktu bagi mereka untuk beristirahat dan mempersiapkan diri sebelum melontar jumrah di waktu yang lebih aman. Setelah pukul 10.00 Waktu Arab Saudi, jemaah Indonesia diperbolehkan menuju Jamarat untuk melontar Jumrah Aqabah dengan lebih leluasa karena situasi umumnya sudah lebih kondusif dan tidak terlalu ramai.

Panduan ini mencerminkan perhatian pihak berwenang terhadap keamanan dan kenyamanan para jemaah. Selain itu, langkah ini juga mengedepankan prinsip mempermudah ibadah (tasir) dalam Islam, yang mengajarkan umat untuk melaksanakan ibadah dengan bijaksana sesuai situasi dan kondisi tanpa membahayakan diri sendiri maupun orang lain.

Jemaah haji juga diingatkan untuk selalu mematuhi arahan dari petugas haji, mengenakan perlengkapan yang mendukung seperti payung dan masker untuk mengurangi efek panas, serta membawa air minum agar terhindar dari dehidrasi selama menjalankan ibadah di Mina dan Jamarat.

4. Tata Cara Melempar Jumrah

Saat melaksanakan pelemparan jumrah, ada beberapa tata cara yang disarankan untuk dilakukan oleh jemaah haji, salah satunya adalah dengan memposisikan Ka’bah di sebelah kiri dan Mina di sebelah kanan. Kemudian, melemparkan tujuh batu dengan hati-hati, sesuai dengan jumlah batu yang disarankan dalam syariat. 

Anjuran ini didasarkan pada hadis Nabi Muhammad Saw yang diriwayatkan oleh ‘Abdullah R.A’. Dalam hadis tersebut disebutkan: 

Ia sampai di al-Jumrah al-Kubra (al-‘Aqabah) dengan memposisikan Baitullah di sebelah kirinya dan Mina di sisi kanannya. Ia kemudian melempar dengan tujuh batu sambil berkata, “Beginilah cara melempar orang yang telah diturunkan kepadanya surah al-Baqarah, yaitu Muhammad Saw.” (H.R. al-Bukhari).

5. Urutan yang Benar dalam Melempar Jumrah

Melontar jumrah merupakan salah satu rangkaian ibadah haji yang harus dilakukan dengan urutan yang benar, dimulai dari jumrah Ula, kemudian jumrah Wustha, dan terakhir jumrah Aqabah. Setiap lontaran harus menggunakan satu kerikil, dan melontar tujuh kerikil sekaligus dihitung sebagai satu lontaran saja. Untuk sahnya lontaran, kerikil yang dilempar harus mengenai marma (tunggul batu yang menjadi sasaran) dan masuk ke dalam lubang tempat jumrah tersebut. Proses ini mengikuti ketentuan yang telah ditetapkan oleh Kementerian Agama (Kemeng) untuk memastikan kesahihan ibadah ini.

Jika Anda ingin melaksanakan ibadah haji dengan kenyamanan lebih, paket Haji Khusus dan Furoda Arrayyan Al Mubarak bisa menjadi pilihan tepat untuk Anda. Dengan layanan yang lebih personal dan fasilitas yang lengkap, paket ini menawarkan pengalaman ibadah yang lebih tenang dan penuh makna. Dapatkan kemudahan dalam proses pendaftaran, akomodasi, dan bimbingan spiritual yang akan menemani Anda sepanjang perjalanan haji. Segera hubungi kami untuk informasi lebih lanjut dan persiapkan perjalanan spiritual Anda dengan paket haji istimewa ini!

Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email anda tidak akan dipublikasikan. Required fields are marked *