Rukun Haji: Panduan Lengkap untuk Menunaikan Ibadah yang Suci

Rukun Haji: Panduan Lengkap untuk Menunaikan Ibadah yang Suci

Ibadah haji, rukun Islam yang kelima, adalah sebuah perjalanan spiritual yang mendalam, yang diwajibkan bagi setiap Muslim yang mampu secara fisik, finansial, dan mental. Sebuah prosesi yang sarat makna dan penuh pengorbanan, ibadah haji tidak hanya menjadi puncak pengabdian kepada Allah, tetapi juga menjadi simbol persatuan umat Islam di seluruh dunia. Namun, pelaksanaan ibadah haji tidaklah sesederhana niat untuk berangkat. Ada rukun haji yang harus dipenuhi, karena tanpa pelaksanaannya, ibadah haji dianggap tidak sah.

Panduan Lengkap Rukun Haji

Rukun Haji

Dalam mazhab Asy-Syafiiyah, rukun haji terdiri dari enam elemen penting: Ihram, Wukuf di Arafah, Thawaf Ifadhah, Sai, Tahallul, dan Tertib. 

  1. Ihram
  2. Wukuf di Arafah
  3. Thawaf Ifadhah
  4. Sai, 
  5. Tahallul
  6. Tertib

Mari kita telaah lebih dalam setiap rukun ini.

1. Ihram: Langkah Awal yang Sakral

Ihram menandai dimulainya prosesi haji. Ini adalah niat untuk melaksanakan ibadah haji, yang disertai dengan pengenaan pakaian ihram dan pembacaan talbiyah. Pakaian ihram sendiri berbeda antara laki-laki dan perempuan.

  • Laki-laki mengenakan dua lembar kain putih tak berjahit: satu sebagai izar (penutup tubuh bawah) dan satu sebagai rida (penutup tubuh atas).
  • Perempuan memakai pakaian yang menutup seluruh aurat, kecuali wajah dan telapak tangan.

Niat ihram diucapkan dengan lafadz:
Nawaitul hajja wa ahramtu bihi lillahi ta’ala
(Aku berniat haji dengan berihram karena Allah Ta’ala).

Setelah niat, jemaah harus menghindari berbagai larangan, seperti memakai wewangian, memotong kuku dan rambut, serta melakukan hubungan suami-istri. Ihram menjadi pijakan awal yang menunjukkan kesiapan hati dan jiwa untuk beribadah secara total.

2. Wukuf di Arafah: Puncak Haji

Tidak ada yang lebih sakral dalam ibadah haji selain wukuf di Arafah. Inilah puncak dari semua prosesi, di mana setiap jemaah berdiri di Padang Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah, mulai dari tergelincir matahari hingga terbenamnya.

Pada saat inilah, jemaah dianjurkan untuk memperbanyak:

  • Membaca talbiyah,
  • Berzikir,
  • Memanjatkan doa-doa ampunan,
  • Membaca Al-Qur’an.

Wukuf menjadi momen introspeksi, refleksi, dan penghambaan total kepada Allah. Banyak jemaah yang merasakan spiritualitas mendalam di tempat ini, seolah berada lebih dekat dengan Sang Pencipta.

3. Thawaf Ifadhah: Mengelilingi Kabah

Setelah wukuf, jemaah melanjutkan perjalanan dengan melakukan Thawaf Ifadhah, yaitu mengelilingi Kabah sebanyak tujuh putaran. Thawaf dilakukan dengan posisi Kabah selalu di sebelah kiri badan jemaah, dimulai dari titik sejajar dengan Hajar Aswad.

Thawaf Ifadhah dapat dilakukan setelah melempar jumrah Aqabah dan tahallul pada tanggal 10 Dzulhijjah. Meski ada waktu yang lebih utama, thawaf tetap sah dilakukan sebelum berakhirnya hari-hari tasyrik (tanggal 11-13 Dzulhijjah). Selama thawaf, jemaah harus dalam keadaan suci dari hadas besar dan kecil.

4. Sai: Menapaktilasi Perjuangan Hajar

Sai adalah perjalanan bolak-balik sebanyak tujuh kali antara Bukit Safa dan Bukit Marwah. Sai mengenang perjuangan Hajar, ibu Nabi Ismail, yang mencari air untuk anaknya di tengah gurun pasir.

Satu kali perjalanan dimulai dari Bukit Safa menuju Bukit Marwah, dan begitu seterusnya hingga genap tujuh kali. Meski disunnahkan untuk melaksanakan Sai dalam keadaan suci, Sai tetap sah meskipun dilakukan tanpa wudhu. Ritual ini mengingatkan akan pentingnya kesabaran, doa, dan usaha tanpa henti.

5. Tahallul: Simbol Penyucian

Setelah menyelesaikan Sai, tibalah saatnya untuk Tahallul, yaitu mencukur rambut sebagai simbol penyelesaian rangkaian ibadah haji.

  • Laki-laki dianjurkan mencukur rambut hingga gundul, meskipun cukup memotong sebagian rambut.
  • Perempuan memotong setidaknya tiga helai rambut sepanjang jari.

Tahallul terbagi menjadi dua tahap: Tahallul Awal dan Tahallul Tsani. Dengan tahallul, jemaah menandai akhir dari larangan-larangan ihram dan kembali ke keadaan normal.

6. Tertib: Mengutamakan Urutan

Rukun terakhir adalah tertib, yang mengharuskan semua rukun haji dilakukan secara berurutan, mulai dari ihram hingga tahallul. Jika tertib ini dilanggar, maka ibadah haji dianggap tidak sah. Inilah yang menjadikan rukun haji tidak bisa dianggap sepele, karena semuanya saling berkaitan.

Pengetahuan tentang rukun haji adalah bekal penting sebelum keberangkatan. Setiap jemaah harus memahami langkah-langkah ini dengan baik agar ibadah haji dapat terlaksana dengan sempurna dan memberikan makna mendalam dalam kehidupan.

Haji bukan hanya sebuah perjalanan fisik, melainkan perjalanan jiwa yang menuntut keikhlasan, pengorbanan, dan pengabdian penuh. Semoga setiap langkah yang Anda tempuh di tanah suci membawa keberkahan dan menjadikan Anda haji yang mabrur

Demikian pembahasan tentang rukun haji yang sesuai dengan syariat islam. Pastikan Anda tunaikan rukun haji agar ibadah haji jadi sah dan pilih paket haji dari Arrayyan yang akan memudahkan kegiatan ibadah haji Anda.

Jumrah Aqabah: Waktu Lempar, hingga Doa Setelah Ibadahnya

Jumrah Aqabah: Waktu Lempar, hingga Doa Setelah Ibadahnya

Jumrah Aqabah adalah salah satu rangkaian penting dalam pelaksanaan ibadah haji yang memiliki makna mendalam bagi umat Islam. Ritual ini dilakukan dengan melemparkan tujuh butir batu kecil ke tiang jumrah terbesar, yang melambangkan perlawanan terhadap godaan setan. Artikel ini akan membahas waktu pelaksanaan Jumrah Aqabah, tata cara melempar batu, hingga doa yang dianjurkan setelah menjalankan ibadah ini, sehingga para jamaah dapat memahami esensi dan tuntunan ritual dengan lebih mendalam.

jumrah aqabah
Photo by Kemenag

1. Waktu Melempar Jumrah Aqabah

Berdasarkan muhammadiyah.or.id, pada tanggal 10 Zulhijah, setelah tiba di Mina, para jemaah haji melaksanakan salah satu ritual penting dalam ibadah haji, yaitu melempar Jumrah Aqabah. Ritual ini dilakukan dengan melemparkan tujuh butir batu kerikil secara berurutan. Pelaksanaan melempar Jumrah Aqabah berlandaskan pada hadis Nabi Muhammad Saw.

Hadis tersebut diriwayatkan oleh Ibn ‘Abbas melalui al-Fadl Ibn ‘Abbas, yang saat itu membonceng di belakang Rasulullah Saw. Dalam hadis itu disebutkan bahwa Rasulullah Saw memberi arahan kepada umatnya pada sore hari di Arafah dan pagi hari di Jamak saat mereka bergerak menuju Mina. Beliau berkata, “Berjalanlah dengan tenang.” Rasulullah Saw pun mengarahkan untanya dengan perlahan hingga tiba di lembah Muhassir. Ketika itu, beliau berseru, “Ambillah kerikil untuk melempar Jumrah.” (H.R. Muslim).

2. Doa Lempar Jumrah Aqabah

Berdasarkan muhammadiyah.or.id, setiap kali melemparkan batu kerikil, jemaah haji dianjurkan untuk mengucapkan takbir “Allahu Akbar” dan memanjatkan doa berikut:

اللهم اجعلْهُ حَجًّا مبرورًا، وذَنْبًا مغفورًا

Allahumma-j‘alhu ḥajjan mabrūran, wa dzanban maghfūran

Artinya: “Ya Allah, jadikanlah ini haji yang mabrur dan dosa yang diampuni.”

Anjuran ini didasarkan pada hadis Nabi Muhammad Saw yang diriwayatkan oleh ‘Abd ar-Rahman Ibn Yazid. Dalam hadis tersebut disebutkan:

عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ يَزِيدَ ، قَالَ: كُنْتُ مَعَ عَبْدِ اللهِ، حَتَّى انْتَهَى إِلَى جَمْرَةِ الْعَقَبَةِ، فَقَالَ: نَاوِلْنِي أَحْجَارًا، قَالَ: فَنَاوَلْتُهُ سَبْعَةَ أَحْجَارٍ، فَقَالَ لِي: خُذْ بِزِمَامِ النَّاقَةِ، قَالَ: ثُمَّ عَادَ إِلَيْهَا، فَرَمَى بِهَا مِنْ بَطْنِ الْوَادِي بِسَبْعِ حَصَيَاتٍ، وَهُوَ رَاكِبٌ، يُكَبِّرُ مَعَ كُلِّ حَصَاةٍ، وَقَالَ: اللهُمَّ اجْعَلْهُ حَجًّا مَبْرُورًا، وَذَنْبًا مَغْفُورًا، ثُمَّ قَالَ: ” هَاهُنَا كَانَ يَقُومُ الَّذِي أُنْزِلَتْ عَلَيْهِ سُورَةُ الْبَقَرَةِ “

“Dari ‘Abd ar-Rahman Ibn Yazid, ia berkata: Aku bersama Abdullah hingga tiba di Jumrah Aqabah. Kemudian ia berkata, ‘Berikanlah aku beberapa batu kerikil.’ Aku pun memberikannya tujuh butir kerikil, lalu ia berkata kepadaku, ‘Peganglah tali kekang unta ini.’ Setelah itu, ia melemparkan batu kerikil dari lembah tersebut sebanyak tujuh kali, sambil bertakbir pada setiap lemparan. Ia juga berdoa, ‘Allahumma-j‘alhu ḥajjan mabrūran, wa dzanban maghfūran.’ Setelah selesai, ia menambahkan, ‘Di sinilah tempat berdirinya orang yang diturunkan kepadanya surat al-Baqarah.'” [H.R. Ahmad].

3. Waktu Larangan Lontar Jumrah

Berdasarkan panduan dari Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag), terdapat waktu tertentu di mana jemaah haji Indonesia dilarang untuk melontar jumrah. Larangan ini berlaku pada tanggal 10 Zulhijah, tepatnya dari pukul 04.30 hingga 10.00 waktu Arab Saudi. Kebijakan ini ditetapkan untuk menghindari risiko kepadatan dan potensi bahaya yang dapat terjadi karena tingginya jumlah jemaah dari seluruh dunia yang berkumpul di lokasi tersebut pada waktu tersebut.

Pada waktu itu, Jamarat, yakni area pelontaran jumrah, biasanya sangat ramai karena banyak jemaah dari berbagai negara juga melaksanakan ibadah melontar Jumrah Aqabah. Hal ini sering kali menyebabkan kepadatan ekstrem di area Jamarat, yang dapat berisiko menimbulkan bahaya seperti desak-desakan, kelelahan akibat panas, hingga insiden tidak diinginkan lainnya. Mengingat hal ini, Kemenag meminta jemaah haji Indonesia untuk tetap berada di tenda masing-masing di Mina selama waktu larangan tersebut.

Anjuran ini bertujuan untuk menjaga keselamatan jemaah sekaligus memberikan waktu bagi mereka untuk beristirahat dan mempersiapkan diri sebelum melontar jumrah di waktu yang lebih aman. Setelah pukul 10.00 Waktu Arab Saudi, jemaah Indonesia diperbolehkan menuju Jamarat untuk melontar Jumrah Aqabah dengan lebih leluasa karena situasi umumnya sudah lebih kondusif dan tidak terlalu ramai.

Panduan ini mencerminkan perhatian pihak berwenang terhadap keamanan dan kenyamanan para jemaah. Selain itu, langkah ini juga mengedepankan prinsip mempermudah ibadah (tasir) dalam Islam, yang mengajarkan umat untuk melaksanakan ibadah dengan bijaksana sesuai situasi dan kondisi tanpa membahayakan diri sendiri maupun orang lain.

Jemaah haji juga diingatkan untuk selalu mematuhi arahan dari petugas haji, mengenakan perlengkapan yang mendukung seperti payung dan masker untuk mengurangi efek panas, serta membawa air minum agar terhindar dari dehidrasi selama menjalankan ibadah di Mina dan Jamarat.

4. Tata Cara Melempar Jumrah

Saat melaksanakan pelemparan jumrah, ada beberapa tata cara yang disarankan untuk dilakukan oleh jemaah haji, salah satunya adalah dengan memposisikan Ka’bah di sebelah kiri dan Mina di sebelah kanan. Kemudian, melemparkan tujuh batu dengan hati-hati, sesuai dengan jumlah batu yang disarankan dalam syariat. 

Anjuran ini didasarkan pada hadis Nabi Muhammad Saw yang diriwayatkan oleh ‘Abdullah R.A’. Dalam hadis tersebut disebutkan: 

Ia sampai di al-Jumrah al-Kubra (al-‘Aqabah) dengan memposisikan Baitullah di sebelah kirinya dan Mina di sisi kanannya. Ia kemudian melempar dengan tujuh batu sambil berkata, “Beginilah cara melempar orang yang telah diturunkan kepadanya surah al-Baqarah, yaitu Muhammad Saw.” (H.R. al-Bukhari).

5. Urutan yang Benar dalam Melempar Jumrah

Melontar jumrah merupakan salah satu rangkaian ibadah haji yang harus dilakukan dengan urutan yang benar, dimulai dari jumrah Ula, kemudian jumrah Wustha, dan terakhir jumrah Aqabah. Setiap lontaran harus menggunakan satu kerikil, dan melontar tujuh kerikil sekaligus dihitung sebagai satu lontaran saja. Untuk sahnya lontaran, kerikil yang dilempar harus mengenai marma (tunggul batu yang menjadi sasaran) dan masuk ke dalam lubang tempat jumrah tersebut. Proses ini mengikuti ketentuan yang telah ditetapkan oleh Kementerian Agama (Kemeng) untuk memastikan kesahihan ibadah ini.

Jika Anda ingin melaksanakan ibadah haji dengan kenyamanan lebih, paket Haji Khusus dan Furoda Arrayyan Al Mubarak bisa menjadi pilihan tepat untuk Anda. Dengan layanan yang lebih personal dan fasilitas yang lengkap, paket ini menawarkan pengalaman ibadah yang lebih tenang dan penuh makna. Dapatkan kemudahan dalam proses pendaftaran, akomodasi, dan bimbingan spiritual yang akan menemani Anda sepanjang perjalanan haji. Segera hubungi kami untuk informasi lebih lanjut dan persiapkan perjalanan spiritual Anda dengan paket haji istimewa ini!

Bacaan Sholawat Haji dan Artinya dengan Teks Arab dan Latin

Sholawat menjadi amalan yang sangat dianjurkan bagi umat Islam dalam berbagai kesempatan, termasuk saat melaksanakan ibadah haji. Membaca sholawat saat menunaikan rukun Islam kelima ini tidak hanya menjadi bentuk kecintaan kepada Rasulullah SAW, tetapi juga sebagai doa agar ibadah haji berjalan lancar dan diterima oleh Allah SWT. Artikel ini akan menghadirkan bacaan sholawat haji lengkap dengan teks Arab, latin, dan artinya untuk memudahkan umat Islam dalam mengamalkannya. Sholawat ini dapat dibaca selama perjalanan, di tanah suci, atau saat berdoa, memperkuat spiritualitas dalam mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Bacaan Sholawat Haji Tulisan Arab, Latin, dan Artinya

Dalam Tuntunan Manasik Haji dan Umrah (2020) yang diterbitkan oleh Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah, disebutkan bahwa salah satu syarat wajib haji adalah istitha’ah (الاستطاعة).

Istitha’ah diartikan sebagai kemampuan yang dimiliki oleh seorang muslim sehingga ia diwajibkan dan diperbolehkan untuk melaksanakan ibadah haji. Istitha’ah mencakup empat aspek penting, yaitu: kemampuan fisik (jasmani), kesehatan mental (rohani), kecukupan ekonomi (pembekalan), serta jaminan keamanan selama perjalanan.

Agar mencapai kondisi istitha’ah, seorang muslim dianjurkan untuk berusaha dengan sungguh-sungguh melalui cara yang halal, memperkuat keimanan dan ketakwaan, mempelajari lebih dalam tentang agama, berdoa dengan tulus, serta bertawakal sepenuhnya kepada Allah SWT.

Selain itu, amalan seperti membaca sholawat dapat menjadi salah satu bentuk usaha spiritual untuk mendekatkan diri kepada Allah. Berikut beberapa sholawat yang dianjurkan:

1. Sholawat Hajjiyah


اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَاةً تُبَلِّغُنَا بِهَا حَجَّ بَيْتِكَ الْحَرَامِ، وَزِيَارَةَ حَبِيْبِكَ مُحَمَّدٍ عَلَيْهِ اَفْضَلُ الصَّلَاةِ وَالسَّلاَمِ، فِي صِحَّةٍ وَعَافِيَةٍ وَبُلُوْغِ الْمَرَامِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ.

Latin:
Allahumma shalli ‘alaa sayyidinaa Muhammadin sholatan tuballighunaa bihaa hajja baitikal haraam wa ziyaarata habibika Muhammadin alaihi afdhalush shalaatu was salaam fi luthfin wa ‘aafiyatin wa salaamatin wa bulughil maraam wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa barik wa sallim.

Artinya:
“Ya Allah, limpahkanlah rahmat dan kemuliaan kepada junjungan kami Nabi Muhammad, rahmat yang dengannya Engkau mengantarkan kami melaksanakan haji ke rumah-Mu yang mulia, serta menziarahi kekasih-Mu, Nabi Muhammad SAW. Limpahkan pula kesehatan, keselamatan, dan tercapainya tujuan, serta rahmat dan salam kepada keluarga dan sahabat beliau.”

Sholawat ini ditulis oleh Syaikh Ahmad Qusyairi dalam kitab Al-Wasiilatul Hariyyah fi Ash-Shalawati ‘Ala Khairil Bariyyah. Berdasarkan laman NU Online, KH Ahmad Baedlowie Syamsuri dari Grobogan menyarankan membaca sholawat ini setiap hari sekali setelah shalat Isya dan 40 kali di malam Jumat sebagai wasilah untuk mendapatkan rezeki melaksanakan haji.

2. Sholawat Jibril


صَلَّى اللهُ عَلَى مُحَمَّدٍ

Latin:
Shallallahu ‘ala Muhammad

Artinya:
“Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada Nabi Muhammad.”

Menurut Sayyid Bakri bin Sayyid Muhammad Syatha Ad-Dimyathi dalam kitab Kifayatul Atqiya wa Minhajul Ashfiya, salah satu keutamaan membaca sholawat Jibril adalah dapat menjadi sarana terkabulnya hajat dan harapan.

3. Sholawat Tausi’ul Arzaq


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَاةً تُوَسِّعُ بِهَا عَلَيْنَا الْأَرْزَاقَ وَيُحْسِنُ بِهَا لَنَا الْأَخْلَاقَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ

Latin:
Allahumma shalli ‘ala sayyidina Muhammadin sholatan tuwassi’u biha ‘alainal arzaaqa wa tuhassinu biha lanal akhlaaqa wa ‘ala aalihi wa shahbihi wa sallim.

Artinya:
“Ya Allah, limpahkanlah rahmat kepada junjungan kami Nabi Muhammad SAW, rahmat yang melapangkan rezeki kami, memperbaiki akhlak kami, serta limpahkan rahmat kepada keluarga dan sahabat beliau.”

Keutamaan sholawat ini adalah menjadi sarana untuk memperoleh kelapangan rezeki bagi pembacanya.

Amalan-amalan tersebut tidak hanya menambah keberkahan dalam hidup, tetapi juga menjadi doa agar diberi kemudahan dan kemampuan untuk menunaikan ibadah haji.

Amalan Lain Agar Cepat Naik Haji

Dalam beberapa hadis disebutkan bahwa terdapat amalan tertentu yang jika dilakukan dengan penuh keikhlasan dan konsistensi, maka pahalanya setara dengan ibadah haji dan umrah. Berikut beberapa amalan yang memiliki ganjaran setara dengan pahala haji dan umrah:

1. Shalat Jamaah Lima Waktu di Masjid dan Shalat Dhuha

Shalat berjamaah memiliki keutamaan yang besar dibandingkan shalat sendirian. Selain mendapatkan pahala yang dilipatgandakan hingga dua puluh tujuh kali, melaksanakan shalat berjamaah secara konsisten di masjid mendapatkan pahala setara dengan ibadah haji.

Adapun bagi orang yang mengerjakan shalat dhuha di masjid dengan niat yang tulus, ia akan diberi pahala setara dengan pahala umrah. Hal ini sesuai dengan hadis dari Abu Umamah, di mana Rasulullah bersabda:

“مَنْ خَرَجَ مِنْ بَيْتِهِ مُتَطَهِّرًا إِلَى صَلاَةٍ مَكْتُوبَةٍ فَأَجْرُهُ كَأَجْرِ الْحَاجِّ الْمُحْرِمِ، وَمَنْ خَرَجَ إِلَى تَسْبِيحِ الضُّحَى لَا يُنْصِبُهُ إِلَّا إِيَّاهُ فَأَجْرُهُ كَأَجْرِ الْمُعْتَمِرِ”

Artinya: “Barang siapa keluar dari rumahnya dalam keadaan suci untuk melaksanakan shalat fardhu, maka pahalanya seperti pahala haji yang sedang berihram. Dan barang siapa keluar hanya untuk melaksanakan shalat dhuha, maka ia mendapatkan pahala seperti pahala umrah.” (HR Abu Daud).

2. Zikir Setelah Shalat Subuh Hingga Terbit Matahari, Lalu Shalat Dua Rakaat

Orang yang berzikir setelah shalat subuh berjamaah hingga terbit matahari, kemudian melaksanakan shalat sunnah dua rakaat, juga memperoleh pahala setara dengan pahala ibadah haji dan umrah.

Hal ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik, Rasulullah bersabda:

“مَنْ صَلَّى الْغَدَاةَ فِي جَمَاعَةٍ، ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللَّهَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ، ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَانَتْ لَهُ كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ”

Artinya: “Barang siapa melaksanakan shalat subuh berjamaah, lalu duduk berdzikir mengingat Allah hingga terbit matahari, kemudian mengerjakan shalat dua rakaat, maka pahalanya seperti pahala haji dan umrah.” (HR At-Tirmidzi).

Ali Mula Al-Qari dalam Mirqatul Mafatih menjelaskan bahwa zikir yang dimaksud dalam hadis ini tidak terbatas pada melafalkan kalimat zikir, tetapi juga mencakup thawaf di Masjidil Haram, menghadiri majelis ilmu, atau kegiatan ibadah lainnya di masjid hingga waktu matahari meninggi sekitar 15 menit setelah terbit. Setelah itu, disunahkan melaksanakan shalat dua rakaat yang dikenal dengan shalat isyraq.

3. Menuntut Ilmu atau Mengajarkannya di Masjid

Amalan lain yang pahalanya setara dengan ibadah haji adalah pergi ke masjid untuk menuntut ilmu atau mengajarkan kebaikan. Rasulullah bersabda:

“مَنْ غَدَا إِلَى الْمَسْجِدِ لَا يُرِيدُ إِلَّا أَنْ يَتَعَلَّمَ خَيْرًا أَوْ يُعَلِّمَهُ كَانَ لَهُ كَأَجْرِ حَاجٍّ تَامًّا حَجَّتُهُ”

Artinya: “Barang siapa pergi ke masjid hanya untuk belajar kebaikan atau mengajarkannya, maka ia mendapatkan pahala seperti pahala haji yang sempurna hajinya.” (HR At-Thabarani).

Ketiga amalan di atas memiliki pahala yang diserupakan dengan ibadah haji dan umrah sebagai bentuk motivasi (targhib) bagi umat Islam. Namun, hal ini tidak menggugurkan kewajiban menunaikan ibadah haji dan umrah bagi yang telah mampu secara fisik dan finansial. Ibadah haji dan umrah tetap menjadi rukun Islam yang harus dilaksanakan oleh setiap muslim yang memenuhi syarat.

Keutamaan Membaca Sholawat Haji

Haji adalah ibadah yang dilakukan dengan mendatangi Ka’bah, sebagai bagian dari rukun Islam yang kelima. Ibadah ini menjadi kewajiban bagi umat Islam yang memenuhi syarat, yakni mampu secara fisik, mental, dan finansial.

Menunaikan ibadah haji menjadi dambaan bagi hampir seluruh umat Islam. Namun, tidak semua orang memiliki kesempatan untuk melaksanakannya, sehingga banyak yang berusaha keras agar bisa berangkat ke Tanah Suci.

Salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah membaca sholawat haji. Dengan melantunkan sholawat ini, umat Islam dapat berdoa memohon rezeki dan kemudahan kepada Allah SWT agar dapat memenuhi panggilan haji.

Apakah Wajib Untuk Membaca Sholawat Haji?

Tidak, membaca sholawat bukanlah kewajiban untuk dapat menunaikan ibadah haji. Namun, membaca sholawat sangat dianjurkan, terutama bagi mereka yang memiliki niat kuat untuk menunaikan rukun Islam kelima ini. Sholawat dipercaya dapat menjadi sarana untuk mempermudah jalan menuju Baitullah dan mendatangkan keberkahan dalam setiap langkah menuju ibadah yang mulia ini.

Meskipun membaca sholawat bukan kewajiban untuk berhaji, melakukannya dapat menjadi salah satu upaya untuk memohon kepada Allah agar diberi kemudahan dan keberkahan dalam perjalanan menuju Baitullah. Sholawat adalah bukti cinta seorang Muslim kepada Rasulullah SAW dan menjadi pengingat akan pentingnya menjaga niat yang tulus dalam setiap ibadah, termasuk haji.

Wujudkan impian Anda untuk menunaikan ibadah haji dengan mudah dan penuh berkah bersama Arrayyan Al Mubarak, penyedia layanan haji terpercaya. Dengan memperbanyak sholawat sebagai doa dan ikhtiar, kami siap membantu mempermudah perjalanan ibadah haji Anda menuju Baitullah. Nikmati layanan terbaik, bimbingan ibadah sesuai sunnah, dan fasilitas nyaman yang akan mendukung ibadah Anda lebih khusyuk. Segera daftarkan diri Anda sekarang via paket haji dan jadikan langkah menuju Tanah Suci sebagai perjalanan penuh keberkahan bersama kami! Hubungi Arrayyan Al Mubarak hari ini.

Perintah Haji dalam Al Quran dan Hadits, Yuk Ketahui!

Perintah Haji dalam Al Quran dan Hadits, Yuk Ketahui!

Haji dan umrah adalah dua ibadah penting dalam Islam yang memiliki nilai spiritual mendalam. Keduanya merupakan bentuk ibadah yang melibatkan perjalanan ke Baitullah di Makkah. Allah SWT telah menetapkan perintah haji dan umrah di dalam Al-Qur’an sebagai salah satu kewajiban bagi umat Islam yang mampu secara fisik, finansial, dan mental. 

Perintah Haji dalam Al Quran dan Hadits, Yuk Ketahui!
Photo by Kemenag

Ayat tentang Perintah Haji dalam Al-Qur’an

Berikut adalah beberapa ayat dalam Al-Qur’an yang menjelaskan perintah haji dan umrah serta hikmahnya.

1. Surat Ali Imran: 97

Allah SWT memerintahkan ibadah haji kepada umat Islam dalam Surah Ali Imran. Ibadah ini diwajibkan bagi yang mampu, sebagaimana firman-Nya:

وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا ۚ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ

“Dan (diwajibkan) bagi Allah atas manusia untuk melaksanakan haji ke Baitullah, yaitu bagi orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Barangsiapa kafir (ingkar), maka sesungguhnya Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari seluruh alam.”
(QS. Ali Imran: 97)

Ayat ini menunjukkan bahwa haji adalah kewajiban yang harus ditunaikan sekali dalam seumur hidup oleh orang yang memiliki kemampuan. Tidak hanya ibadah fisik, haji juga merupakan manifestasi ketaatan dan pengorbanan seorang hamba kepada Tuhannya.

2. Surat Al-Baqarah: 196

Allah juga memerintahkan umat Islam untuk menyempurnakan ibadah haji dan umrah dengan penuh keikhlasan. Hal ini disebutkan dalam Surah Al-Baqarah:

وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ ۚ فَإِنْ أُحْصِرْتُمْ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ ۖ وَلَا تَحْلِقُوا رُءُوسَكُمْ حَتَّى يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّهُ ۚ وَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ بِهِ أَذًى مِنْ رَأْسِهِ فَفِدْيَةٌ مِنْ صِيَامٍ أَوْ صَدَقَةٍ أَوْ نُسُكٍ ۚ فَإِذَا أَمِنْتُمْ فَمَنْ تَمَتَّعَ بِالْعُمْرَةِ إِلَى الْحَجِّ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ ۚ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ فِي الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ إِذَا رَجَعْتُمْ ۗ تِلْكَ عَشَرَةٌ كَامِلَةٌ ۗ ذَلِكَ لِمَنْ لَمْ يَكُنْ أَهْلُهُ حَاضِرِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah. Tetapi jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), maka (sembelihlah) korban yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya. Jika ada di antara kamu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu bercukur), maka wajib atasnya berpuasa, bersedekah, atau berkurban. Apabila kamu telah merasa aman, maka bagi siapa yang ingin mengerjakan umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), wajiblah ia menyembelih korban yang mudah didapat. Tetapi jika tidak menemukan (binatang korban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang. Itulah sepuluh hari yang sempurna. Demikianlah (kewajiban itu) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidilharam. Dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya.”
(QS. Al-Baqarah: 196)

Ayat ini menjelaskan tata cara dan ketentuan pelaksanaan haji dan umrah, termasuk dalam kondisi tertentu seperti sakit atau halangan lainnya.

3. Surat Al-Hajj: 27-28

Haji bukan hanya sekadar ritual fisik, tetapi juga sebuah perjalanan spiritual yang mendekatkan seorang Muslim kepada Allah. Dalam Surah Al-Hajj, Allah menyebutkan tujuan dan hikmah dari haji:

وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالًا وَعَلَىٰ كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ. لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ عَلَىٰ مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ ۖ فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ

“Dan serukanlah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, atau mengendarai unta yang kurus, yang datang dari segenap penjuru yang jauh, agar mereka menyaksikan berbagai manfaat untuk mereka dan agar mereka menyebut nama Allah pada hari-hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allah berikan kepada mereka berupa hewan ternak. Maka makanlah sebagian darinya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir.”
(QS. Al-Hajj: 27-28)

Dari ayat ini, kita memahami bahwa haji memiliki hikmah sosial, ekonomi, dan spiritual. Selain mendekatkan diri kepada Allah, haji juga menjadi momen persaudaraan dan kebersamaan umat Islam dari seluruh dunia.

4. Surat Al-Baqarah Ayat 197

الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ ۚ فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِي الْحَجِّ ۗ وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ اللَّهُ ۗ وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَىٰ ۚ وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ

“(Musim) haji itu terjadi pada bulan-bulan yang telah diketahui, yaitu Syawal, Zulkaidah, dan Zulhijah. Barangsiapa berniat untuk menunaikan ibadah haji di bulan-bulan tersebut, maka ia diwajibkan menjaga etika dalam berhaji. Di antara etika tersebut adalah larangan berkata jorok (rafats), berbuat maksiat, serta bertengkar. Apa pun kebaikan yang kalian lakukan, Allah Maha Mengetahui. Hendaklah kalian membawa bekal, dan sebaik-baik bekal adalah takwa. Bertakwalah kepada Allah, wahai orang-orang yang berakal.”

Tafsir Quraish Shihab menjelaskan bahwa haji dilaksanakan pada waktu yang sudah diketahui sejak masa Nabi Ibrahim a.s., yaitu Syawal, Zulkaidah, dan Zulhijah. Dalam pelaksanaannya, seorang yang berhaji diwajibkan menjaga etika dengan menghindari maksiat, perselisihan, atau tindakan yang dapat menimbulkan permusuhan. Larangan ini bertujuan agar ibadah haji dapat menjadi momen penyucian jiwa.

5. Surat Al-Baqarah Ayat 158

إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ ۖ فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ أَوِ اعْتَمَرَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِ أَنْ يَطَّوَّفَ بِهِمَا ۚ وَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَإِنَّ اللَّهَ شَاكِرٌ عَلِيمٌ

“Sesungguhnya Safa dan Marwah adalah bagian dari syiar agama Allah. Maka, barangsiapa menunaikan ibadah haji ke Baitullah atau umrah, tidak ada dosa baginya untuk melakukan sa’i (berjalan atau berlari kecil) antara kedua bukit tersebut. Dan barangsiapa dengan ikhlas melakukan kebajikan, maka Allah Maha Mensyukuri, Maha Mengetahui.”

Tafsir Quraish Shihab menjelaskan bahwa Safa dan Marwah merupakan dua bukit yang dimuliakan oleh Allah sebagai bagian dari manasik haji, sebagaimana Ka’bah dimuliakan sebagai kiblat umat Islam. Oleh karena itu, pelaksanaan sa’i antara kedua bukit selama tujuh kali merupakan kewajiban dalam ibadah haji. Selain itu, Allah mengapresiasi setiap kebaikan yang dilakukan hamba-Nya dengan penuh keikhlasan.

Definisi dan Ketentuan Hukumnya

Berikut ini adalah definisi dan ketentuan hukum dari haji.

Definisi Haji

Secara bahasa (etimologi), haji berasal dari kata yang bermakna “bermaksud, menghendaki, atau menyengaja (qasdu)”. Adapun secara istilah (terminologi), haji adalah bermaksud menuju Baitullah al-Haram (Ka’bah) untuk melaksanakan ibadah tertentu sesuai dengan ketentuan syariat.

Ketentuan Hukum Haji

Hukum melaksanakan ibadah haji secara umum adalah fardhu ‘ain bagi setiap muslim yang telah memenuhi syarat wajibnya. Namun, hukum ini bisa berbeda tergantung pada situasi tertentu, sebagaimana dijelaskan oleh Habib Hasan bin Ahmad dalam Taqrirat as-Sadidah:

  1. Fardhu ‘Ain, berlaku ketika semua syarat wajib haji terpenuhi, yaitu: beragama Islam, baligh, berakal, merdeka, dan mampu (istitha’ah).
  2. Fardhu Kifayah, jika haji bertujuan untuk meramaikan Ka’bah setiap tahunnya.
  3. Sunnah, seperti hajinya anak kecil, budak, atau orang yang mampu berjalan kaki lebih dari dua marhalah (±89 km) dari Makkah.
  4. Makruh, jika perjalanan menuju Makkah berpotensi membahayakan keselamatan jiwa.
  5. Haram, misalnya, hajinya seorang perempuan tanpa mahram yang kondisi perjalanannya tidak aman, atau perempuan yang pergi haji tanpa izin dari suaminya.

(Taqrirat as-Sadidah, Habib Hasan bin Ahmad bin Muhammad al-Kaf, h. 470-472.)

Hikmah Disyariatkannya Haji

Hikmah dari ibadah haji sangat mendalam dan mencerminkan nilai-nilai luhur Islam. Salah satu hikmahnya adalah menciptakan persatuan umat Islam. Syekh Ali Ahmad al-Jarjawi dalam Hikmatut Tasyri’ wa Falsafatuh menyatakan bahwa Allah ﷻ mensyariatkan haji untuk menyatukan umat Islam dari berbagai penjuru dunia dalam satu tempat, tanpa memandang perbedaan suku, budaya, atau mazhab. Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an:

وَاَذِّنْ فِى النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوْكَ رِجَالًا وَّعَلٰى كُلِّ ضَامِرٍ يَّأْتِيْنَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيْقٍ  

Artinya: “(Wahai Ibrahim), serulah manusia untuk (mengerjakan) haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki dan mengendarai unta kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh” (QS Al-Hajj: 27).

Ketika umat Islam berkumpul di Makkah, akan terjalin hubungan persaudaraan yang erat. Orang-orang dari berbagai belahan dunia, seperti Indonesia, Arab, Turki, India, bahkan Barat dan Timur, saling mengenal dan berbagi kisah. Hal ini mencerminkan kesatuan mereka sebagai umat Islam, tanpa memandang perbedaan identitas duniawi.

Syekh Ali Ahmad al-Jarjawi menambahkan:

وعلى الجملة فانهم يتبادلون كل ما فيه مصلحتهم الدنيوية والأخروية. وهذا هو معنى الجامعة الاسلامية التي تتخوف.

Artinya: “Oleh karenanya, sesungguhnya mereka bisa bertukar pendapat tentang kebaikan dunia dan akhirat. Dan inilah maksud dari persatuan Islam yang ditakuti (oleh musuh-musuh Islam).” (Hikmatut Tasyri’ wa Falsafatuh, juz 1, h. 123).

Keistimewaan Makkah sebagai Tempat Haji

Syekh al-Jarjawi menyebut beberapa keistimewaan Makkah:

  1. Kota kelahiran Nabi Muhammad.
  2. Makkah adalah kota suci dan awal munculnya cahaya Islam.
  3. Ibadah haji mengingatkan perjuangan Nabi Ibrahim saat membangun Ka’bah.
  4. Makkah disucikan dan dijaga dari agama selain Islam, sebagaimana sabda Rasulullah :

            لَا يَجْتَمِعُ دِينَانِ فِي جَزِيرَةِ الْعَرَب

Artinya: “Tidak akan berkumpul dua agama di Jazirah Arab.” 

Ibadah haji bukan sekadar kewajiban individu, tetapi juga simbol persatuan dan kejayaan Islam. Selain menjadi ajang untuk mendekatkan diri kepada Allah, haji adalah sarana tukar wawasan, pengenalan budaya, serta pengikat ukhuwah Islamiyah. Di hadapan Baitullah, semua umat Islam setara, hanya sebagai hamba Allah dengan tujuan yang sama: meraih ridha-Nya.

Sangat disayangkan jika umat Islam melupakan hikmah besar ini dan menjadikan haji sekadar ritual wajib, tanpa menyadari manfaat spiritual dan sosialnya.

Hadits tentang Haji

Perintah mengenai haji serta tuntunannya ditemukan dalam banyak hadits. Sejumlah hadits perihal haji mengandung keterangan tentang cara Rasulullah SAW melakukan ibadah haji. Berikut ini beberapa bagian hadits tentang haji:

1. Hadits tentang haji sebagai rukun Islam

Hadis dari Ibnu ‘Umar menegaskan bahwa haji merupakan salah satu rukun Islam, sehingga wajib bagi umat Islam yang mampu melaksanakannya. Nabi Muhammad SAW bersabda:

بُنِىَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ ، وَإِقَامِ الصَّلاَةِ ، وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ ، وَالْحَجِّ ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ

“Islam dibangun di atas lima perkara: bersaksi bahwa tiada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berhaji, dan berpuasa di bulan Ramadhan.”
(HR. Bukhari no. 8 dan Muslim no. 16)

2. Hadits tentang perintah haji

Dalam sebuah hadis mutawatir, Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW menyampaikan kewajiban haji, namun dengan penjelasan bahwa ibadah ini tidak harus dilakukan setiap tahun:

“Rasulullah SAW pernah berkhutbah di tengah-tengah kami. Beliau bersabda, ‘Wahai sekalian manusia, Allah telah mewajibkan haji bagi kalian, maka berhajilah.’ Lantas ada yang bertanya, ‘Wahai Rasulullah, apakah setiap tahun (kami mesti berhaji)?’ Beliau lantas diam, hingga orang tadi bertanya sampai tiga kali. Rasulullah SAW kemudian bersabda, ‘Seandainya aku mengatakan ‘iya’, tentu haji akan diwajibkan bagi kalian setiap tahun, dan belum tentu kalian sanggup.’”
(HR. Muslim no. 1337)

3. Hadits tentang segera melaksanakan haji bagi yang mampu

Rasulullah SAW menganjurkan untuk tidak menunda pelaksanaan haji jika sudah memiliki kemampuan. Beliau bersabda:

مَنْ أَرَادَ الْحَجَّ فَلْيَتَعَجَّلْ فَإِنَّهُ قَدْ يَمْرَضُ الْمَرِيْضُ وَتَضِلُّ الضَالَّةُ وَتَعْرِضُ الْحَاجَة                                                                 

“Barangsiapa hendak melaksanakan haji, hendaklah segera ia lakukan, karena terkadang seseorang itu sakit, binatang (kendaraannya) hilang, atau adanya suatu hajat yang menghalangi.”

4. Hadits peringatan bagi yang mampu tetapi tidak berhaji

Rasulullah SAW memperingatkan keras orang yang sudah mampu namun lalai menunaikan haji:

مَنْ لَمْ تَحْبِسْهُ حَاجَةٌ ظَاهِرَةٌ ، أَوْ مَرَضٌ حَابِسٌ ، أَوْ سُلْطَانٌ جَائِرٌ وَلَمْ يَحُجَّ ، فَلْيَمُتْ إِنْ شَاءَ يَهُودِيًّا وَإِنْ شَاءَ نَصْرَانِي

“Siapa saja mati (sebelum mengerjakan haji) tanpa terhalangi oleh kebutuhan yang nyata, penyakit yang menghambat, ataupun penguasa yang zalim, bolehlah ia memilih mati sebagai seorang Yahudi atau Nasrani.”

Hadis-hadis ini menegaskan kewajiban, urgensi, dan konsekuensi terkait ibadah haji, khususnya bagi mereka yang telah memenuhi syarat untuk melaksanakannya.

Perintah haji dan umrah adalah salah satu bentuk kasih sayang Allah kepada hamba-Nya. Haji tidak hanya mencerminkan ketaatan, tetapi juga menjadi simbol persatuan umat Islam. Sebagai Muslim, kita hendaknya mempersiapkan diri untuk memenuhi panggilan Allah ini dengan niat ikhlas dan kemampuan yang memadai. 

Ingin merasakan perjalanan ibadah haji yang khusyuk dan nyaman tanpa antri panjang? Arrayyan Al Mubarak, sebagai travel umroh terbaik, hadir untuk mewujudkan mimpi Anda melalui paket Haji Khusus dan Haji Furoda yang terpercaya. Dengan layanan eksklusif, bimbingan ibadah yang profesional, dan fasilitas terbaik, Anda dapat fokus menjalankan ibadah dengan tenang. Jangan lewatkan kesempatan untuk menunaikan panggilan Allah SWT dengan persiapan matang bersama kami. Hubungi Arrayyan Al Mubarak sekarang dan jadikan haji Anda perjalanan yang berkesan seumur hidup!