Kapan Idul Adha 2025? Ini Perkiraan Tanggalnya

Kapan Idul Adha 2025? Ini Perkiraan Tanggalnya

Hari Raya Idul Adha merupakan salah satu momen suci dalam Islam yang penuh makna spiritual, ditandai dengan pelaksanaan ibadah kurban dan puncak ibadah haji di Tanah Suci. Setiap tahunnya, umat Muslim di seluruh dunia menantikan kepastian tanggal pelaksanaan Idul Adha untuk menyusun berbagai persiapan, baik dalam bentuk spiritual maupun logistik. Lantas, kapan tepatnya Idul Adha 2025 akan dirayakan? Artikel ini akan mengulas prediksi tanggalnya berdasarkan kalender Hijriah serta informasi penting terkait pelaksanaan ibadah haji tahun 2025.

Tanggal Berapa Lebaran Idul Adha 2025?

Idul Adha, salah satu hari besar dalam Islam, selalu dinanti oleh umat Muslim di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Pada tahun 2025, Hari Raya Idul Adha diperkirakan akan jatuh pada tanggal 6 Juni 2025, yang bertepatan dengan 10 Dzulhijjah 1446 H, jika mengacu pada kalender Hijriah.

Tanggal ini ditetapkan berdasarkan perhitungan kalender Islam, namun bisa saja berbeda tergantung pada hasil rukyatul hilal (pengamatan bulan) oleh pemerintah dan otoritas keagamaan di berbagai negara. Maka dari itu, umat Islam diimbau untuk tetap mengikuti informasi resmi dari Kementerian Agama Republik Indonesia terkait kepastian jatuhnya hari raya kurban tersebut.

Rangkaian Jadwal Ibadah Haji Tahun 2025

Untuk musim haji 1446 Hijriah atau 2025 Masehi, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Republik Indonesia telah mengumumkan rincian jadwal perjalanan ibadah haji bagi jamaah Indonesia.

Rangkaian kegiatan tersebut mencakup seluruh tahapan penting, mulai dari keberangkatan jamaah dari tanah air, pelaksanaan puncak ibadah di Arafah, hingga proses pemulangan kembali ke tanah air. Berikut adalah garis besar dari jadwal pelaksanaan haji 2025:

  • 1 Mei 2025 (3 Dzulqa’dah 1446 H)
    Jamaah mulai memasuki asrama haji di berbagai daerah di Indonesia. Fasilitas ini menjadi tempat persiapan akhir sebelum keberangkatan ke Tanah Suci.
  • 2–16 Mei 2025 (4–18 Dzulqa’dah 1446 H)
    Gelombang pertama keberangkatan jamaah haji dimulai, dengan tujuan utama Madinah.
  • 17–31 Mei 2025 (19 Dzulqa’dah – 4 Dzulhijjah 1446 H)
    Gelombang kedua jamaah diberangkatkan, kali ini dengan tujuan Bandara King Abdulaziz di Jeddah.
  • 31 Mei 2025 (4 Dzulhijjah 1446 H)
    Merupakan batas akhir kedatangan jamaah di Arab Saudi, dikenal sebagai “closing date”.
  • 4 Juni 2025 (8 Dzulhijjah 1446 H)
    Para jamaah mulai diberangkatkan dari Makkah ke Arafah untuk mempersiapkan puncak ibadah haji.
  • 5 Juni 2025 (9 Dzulhijjah 1446 H)
    Hari pelaksanaan Wukuf di Arafah, momen paling sakral dalam rangkaian ibadah haji. Wukuf dianggap sebagai inti dari pelaksanaan haji.
  • 6 Juni 2025 (10 Dzulhijjah 1446 H)
    Hari Raya Idul Adha dirayakan, yang juga menjadi momen penyembelihan hewan kurban dan melontar jumrah pertama di Mina.
  • 7–9 Juni 2025 (11–13 Dzulhijjah 1446 H)
    Hari-hari Tasyrik, di mana jamaah melanjutkan rangkaian ibadah seperti melontar jumrah serta penyelesaian tahapan akhir manasik.
  • 18 Juni – 2 Juli 2025 (22 Dzulhijjah 1446 – 7 Muharram 1447 H)
    Gelombang kedua jamaah mulai diberangkatkan dari Makkah menuju Madinah untuk melakukan ziarah dan ibadah di Masjid Nabawi.
  • 11–25 Juni 2025 (15–29 Dzulhijjah 1446 H)
    Pemulangan jamaah haji gelombang pertama dari Jeddah menuju tanah air dimulai.
  • 26 Juni – 10 Juli 2025 (1–15 Muharram 1447 H)
    Gelombang kedua jamaah dipulangkan dari Madinah ke Indonesia.
  • 11 Juli 2025 (17 Muharram 1447 H)
    Seluruh rangkaian perjalanan haji 2025 resmi berakhir, ditandai dengan tibanya rombongan terakhir jamaah haji gelombang II di Indonesia.

Kementerian Agama mengimbau seluruh calon jamaah haji untuk mempersiapkan diri secara matang. Persiapan ini mencakup aspek fisik, mental, dan kelengkapan dokumen agar ibadah haji dapat dilaksanakan dengan lancar dan khusyuk.

Libur Nasional dan Cuti Bersama Idul Adha 2025

Berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri yang mengatur hari libur nasional dan cuti bersama tahun 2025, Idul Adha 1446 H yang jatuh pada Jumat, 6 Juni 2025, ditetapkan sebagai hari libur nasional.

Selain itu, untuk memberikan waktu lebih bagi masyarakat dalam merayakan Idul Adha, pemerintah juga menetapkan Senin, 9 Juni 2025, sebagai cuti bersama. Keputusan ini diharapkan memberikan waktu yang cukup bagi masyarakat untuk berkumpul bersama keluarga, melakukan mudik lokal, serta melaksanakan ibadah kurban dengan lebih tenang.

Kebijakan cuti bersama ini juga menjadi momentum penting untuk memajukan sektor pariwisata dan ekonomi lokal, karena banyak masyarakat yang memanfaatkan waktu libur panjang untuk berlibur.

Makna Idul Adha dan Pentingnya Persiapan

Idul Adha bukan hanya sekadar hari libur atau perayaan, tetapi memiliki nilai spiritual yang sangat mendalam bagi umat Islam. Hari besar ini memperingati kisah keteladanan Nabi Ibrahim AS yang dengan tulus menaati perintah Allah untuk mengorbankan putranya, Nabi Ismail AS. Sebagai simbol ketaatan dan pengorbanan, umat Muslim memperingatinya dengan menyembelih hewan kurban.

Penyembelihan hewan kurban seperti kambing, sapi, atau unta pada hari Idul Adha dimaksudkan untuk mendekatkan diri kepada Allah serta menumbuhkan rasa kepedulian sosial, karena daging kurban dibagikan kepada mereka yang membutuhkan.

Oleh karena itu, baik calon jamaah haji maupun masyarakat umum yang ingin berkurban, dianjurkan untuk menyiapkan segala sesuatunya dari jauh hari. Mulai dari kesehatan tubuh, kesiapan mental, hingga dana yang diperlukan, semuanya harus dipertimbangkan dengan matang.

Dengan mengetahui informasi ini lebih awal, masyarakat diharapkan dapat menyusun rencana dengan lebih baik, baik untuk melaksanakan ibadah haji, berkurban, maupun memanfaatkan waktu libur bersama keluarga.

Mengetahui tanggal pasti Idul Adha bukan hanya penting untuk persiapan kurban, tetapi juga menjadi penentu utama dalam menyusun rencana perjalanan haji. Bagi Anda yang berencana menunaikan ibadah haji tahun 2025, kini saat yang tepat untuk mengambil langkah nyata bersama travel haji Arrayyan Al Mubarak. Dengan layanan paket haji terpercaya, bimbingan manasik profesional, dan fasilitas terbaik, kami hadir untuk memastikan perjalanan spiritual Anda menuju Tanah Suci berlangsung lancar, nyaman, dan penuh makna. Persiapkan ibadah haji Anda mulai sekarang—karena momen terbaik tidak menunggu.

Keutamaan Puasa Syawal dan Manfaatnya bagi Muslim

Keutamaan Puasa Syawal dan Manfaatnya bagi Muslim

Setelah sebulan penuh umat Islam menunaikan ibadah puasa Ramadhan, datanglah bulan Syawal sebagai kesempatan emas untuk melanjutkan semangat ibadah. Salah satu amalan sunnah yang sangat dianjurkan di bulan ini adalah puasa enam hari Syawal. Ibadah ini bukan sekadar pelengkap, melainkan memiliki keutamaan luar biasa yang dijanjikan langsung oleh Rasulullah SAW, yaitu pahala setara puasa sepanjang tahun. Melalui puasa Syawal, seorang Muslim dapat memperkuat keimanan, menyempurnakan ibadah Ramadhan, dan menunjukkan keteguhan hati dalam menjaga hubungan spiritual dengan Allah SWT.

Keutamaan Puasa di Bulan Syawal

Berikut ini keutamaan puasa di bulan syawal:

1. Pahala Setara dengan Puasa Setahun Penuh

Melaksanakan enam hari puasa di bulan Syawal setelah menunaikan ibadah Ramadhan dinilai setara dengan berpuasa selama satu tahun penuh. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW dalam hadis shahih. Ini merupakan bentuk kasih sayang Allah SWT kepada hamba-hamba-Nya yang ingin memperbanyak amal ibadah dan meraih pahala berlipat.

2. Menyempurnakan Ibadah Ramadhan

Setiap amalan yang dikerjakan manusia tak lepas dari kekurangan. Puasa Syawal hadir sebagai bentuk penyempurnaan dari kekurangan-kekurangan dalam ibadah puasa Ramadhan. Dengan kata lain, puasa ini menjadi pelengkap agar ibadah Ramadhan yang telah dilakukan menjadi lebih sempurna di sisi Allah SWT.

3. Indikasi Diterimanya Ramadhan

Salah satu tanda bahwa amal ibadah seseorang selama bulan Ramadhan diterima oleh Allah adalah ketika ia tetap semangat untuk berbuat kebaikan setelahnya. Puasa Syawal menjadi bukti bahwa seseorang istiqamah dalam beribadah dan ingin terus berada dalam kebaikan, bahkan setelah Ramadhan berakhir.

4. Sarana Mendekatkan Diri kepada Allah SWT

Puasa setelah Ramadhan menunjukkan bahwa seorang Muslim tidak hanya beribadah karena momentum, tetapi karena kesadaran dan ketakwaan yang tinggi kepada Allah SWT. Ibadah ini membantu mempererat hubungan seorang hamba dengan Rabb-nya, memperkokoh iman, dan meningkatkan kedekatan spiritual.

5. Membentuk Konsistensi dalam Ibadah

Salah satu pelajaran penting dari puasa Syawal adalah pentingnya menjaga konsistensi dalam beribadah. Tidak berhenti hanya di bulan Ramadhan, tetapi berlanjut di bulan-bulan berikutnya. Dengan membiasakan puasa ini, seseorang dilatih untuk tetap menjalani rutinitas ibadah secara berkelanjutan, sehingga menjadi kebiasaan yang baik dalam kehidupan sehari-hari.

Manfaat Kesehatan dari Puasa Syawal

Berikut ini manfaat kesehatan dari puasa syawal:

1. Membantu Proses Detoksifikasi

Setelah satu bulan penuh menjalani ibadah puasa, melanjutkannya dengan puasa enam hari di bulan Syawal memberikan waktu tambahan bagi tubuh untuk menyelesaikan proses detoksifikasi. Puasa membantu tubuh membuang zat-zat racun yang menumpuk dan meningkatkan efisiensi sistem pencernaan.

2. Menstabilkan Berat Badan

Biasanya setelah Hari Raya Idul Fitri, pola makan bisa menjadi tidak teratur. Puasa Syawal membantu menyeimbangkan kembali pola makan dan menjaga berat badan agar tetap ideal. Ini menghindarkan tubuh dari lonjakan berat badan secara tiba-tiba akibat konsumsi makanan berlebih selama lebaran.

3. Mengendalikan Nafsu Makan

Dengan melanjutkan puasa, seseorang dilatih untuk tetap menjaga pola makan yang sehat. Puasa Syawal juga melatih kesadaran dan pengendalian diri dalam mengatur asupan makanan, sehingga nafsu makan yang mungkin berlebihan pasca-Idul Fitri dapat terkendali dengan baik.

4. Meningkatkan Daya Tahan Tubuh

Puasa secara rutin dapat memperkuat sistem kekebalan tubuh. Tubuh yang sering berpuasa mengalami peningkatan metabolisme yang seimbang, yang pada gilirannya mendukung daya tahan tubuh dalam melawan penyakit dan infeksi.

5. Menyokong Kesehatan Mental dan Konsentrasi

Berpuasa bukan hanya menyehatkan fisik, tetapi juga berdampak positif pada kondisi mental. Pikiran menjadi lebih jernih, fokus meningkat, serta hati terasa lebih tenang. Ini memberikan ruang untuk lebih dekat dengan Allah dan meningkatkan kualitas ibadah serta produktivitas.

Panduan Menjalankan Puasa Syawal

Berikut ini 3 panduan dalam menjalankan puasa syawal:

1. Dimulai Setelah Idul Fitri

Puasa Syawal dilaksanakan setelah perayaan Idul Fitri, yaitu sejak tanggal 2 Syawal hingga akhir bulan. Waktu pelaksanaannya cukup fleksibel selama masih berada dalam bulan Syawal.

2. Boleh Dilakukan Berturut-turut atau Terpisah

Tidak ada ketentuan yang mengharuskan puasa ini dilakukan selama enam hari berturut-turut. Seseorang boleh memilih untuk melaksanakannya secara berurutan ataupun selang-seling dalam enam hari selama bulan Syawal.

3. Niat yang Jelas

Sebagaimana halnya puasa sunnah lainnya, puasa Syawal harus diawali dengan niat. Niat tersebut dilakukan sebelum fajar menyingsing, sebagai bentuk kesungguhan dan keikhlasan dalam menjalankan ibadah.

Puasa Syawal bukan hanya ibadah sunnah yang mendatangkan pahala besar, tetapi juga memberi banyak manfaat dari sisi fisik dan spiritual. Melalui ibadah ini, seorang Muslim belajar untuk menjaga kestabilan iman, kesehatan, dan disiplin hidup. Dengan komitmen dan keikhlasan, puasa enam hari di bulan Syawal menjadi langkah nyata menuju pribadi yang lebih baik dan lebih dekat kepada Allah SWT.

Raih keutamaan puasa Syawal dan sempurnakan ibadah Anda dengan perjalanan ibadah bersama Arrayyan Al Mubarak. Seperti halnya puasa Syawal yang melengkapi Ramadhan, perjalanan via layanan paket umroh kami menjadi pelengkap sempurna bagi jiwa yang merindukan kedekatan lebih dalam kepada Allah. Dengan layanan terbaik, pembimbing berpengalaman, dan fasilitas nyaman, Arrayyan Al Mubarak siap mendampingi langkah Anda menuju Tanah Suci dengan penuh kekhusyukan.

Hukum Puasa Syawal Tidak Berurutan, Bolehkah Dilakukan?

Hukum Puasa Syawal Tidak Berurutan, Bolehkah Dilakukan?

Setelah merayakan kemenangan di Hari Raya Idul Fitri, umat Islam dianjurkan untuk melanjutkan ibadah dengan melaksanakan puasa enam hari di bulan Syawal. Puasa ini memiliki keutamaan luar biasa, yakni pahala seperti berpuasa selama setahun penuh. Namun, sering muncul pertanyaan di tengah masyarakat: apakah puasa Syawal harus dilakukan secara berurutan? Bagaimana jika puasa dilakukan secara terpisah di hari-hari berbeda? Artikel ini akan mengulas tuntas hukum, keutamaan, serta pandangan ulama terkait pelaksanaan puasa Syawal yang tidak berurutan, lengkap dengan penjelasan praktis untuk memudahkan Anda dalam mengamalkannya.

Bolehkah Puasa Syawal Tidak Berurutan?

Puasa enam hari di bulan Syawal setelah Ramadhan merupakan salah satu amalan sunnah yang sangat dianjurkan dalam Islam. Rasulullah SAW menyebutkan bahwa siapa yang berpuasa Ramadhan kemudian melanjutkannya dengan enam hari di bulan Syawal, maka ia akan mendapatkan pahala seperti puasa sepanjang tahun. Namun, seringkali muncul pertanyaan, apakah enam hari puasa Syawal harus dilakukan secara berurutan? Bagaimana jika dilakukan secara terpisah, bahkan mendekati akhir bulan Syawal?

Kenyataan di masyarakat menunjukkan bahwa banyak orang melaksanakan puasa Syawal secara tidak berurutan. Hal ini bisa dimaklumi karena setelah Idul Fitri, umat Islam disibukkan dengan tradisi silaturahmi dan berbagai jamuan makan. Dalam konteks ini, apakah puasa Syawal masih sah jika dilakukan secara terpisah?

Pendapat Ulama tentang Puasa Syawal Tidak Berurutan

Sayyid Abdullah Al-Hadrami memberikan penjelasan penting dalam hal ini. Menurutnya, puasa Syawal tidak wajib dilakukan secara berturut-turut. Yang terpenting adalah puasa tersebut dikerjakan sebanyak enam hari selama bulan Syawal. Artinya, jika seseorang berpuasa pada hari-hari tertentu secara terpisah selama bulan tersebut, maka hal itu tetap sah dan diperbolehkan.

Beliau menjelaskan:

“Apakah puasa Syawal harus berurutan? Jawabannya: Tidak disyaratkan untuk dilakukan secara terus-menerus. Cukup dengan enam hari puasa di bulan Syawal, walaupun dilakukan terpisah, selama masih dalam bulan itu.”

Pernyataan ini menunjukkan kelonggaran dalam pelaksanaan puasa Syawal. Namun, perlu diketahui bahwa berpuasa secara berturut-turut tetap dianggap lebih utama.

Pendapat Imam Al-Umrani

Imam Abu Al-Husain Yahya bin Abil Khair bin Salim Al-Umrani Al-Yamani juga menyampaikan pandangan serupa dalam salah satu karyanya:

“Disunnahkan bagi yang telah berpuasa Ramadhan untuk melanjutkannya dengan enam hari dari bulan Syawal. Yang lebih dianjurkan adalah melaksanakannya secara berturut-turut. Namun jika dikerjakan secara terpisah-pisah, maka tetap diperbolehkan.”

Dengan demikian, baik dilakukan secara berurutan maupun terpisah, puasa Syawal tetap sah. Akan tetapi, jika memungkinkan, melakukannya secara berturut-turut dianggap lebih baik.

Kesimpulan Hukum Puasa Syawal Tidak Berurutan

Dari berbagai pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa:

  • Puasa Syawal sebanyak enam hari boleh dilakukan tidak berurutan.
  • Asalkan puasa dilakukan selama bulan Syawal, maka sudah memenuhi syarat.
  • Meskipun demikian, yang paling utama adalah mengerjakannya secara berturut-turut sejak awal bulan.

Niat Puasa Syawal

Mengenai niat, sebenarnya dalam ibadah puasa cukup dilakukan dalam hati. Namun, para ulama menyarankan agar niat juga dilafalkan agar lebih mantap. Terdapat beberapa versi lafal niat yang bisa digunakan sesuai dengan kondisi masing-masing.

1. Niat Puasa Syawal Berurutan Sejak Malam Hari

Bagi mereka yang sudah berniat sejak malam hari untuk puasa enam hari berturut-turut, lafal niat yang bisa digunakan adalah:

Lafal Arab:
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ سِتَّةٍ مِنْ شَوَّالٍ للهِ تعالى

Artinya:
“Aku niat puasa esok hari untuk menunaikan puasa sunah enam hari dari bulan Syawal karena Allah Ta’ala.”

2. Niat Puasa Syawal Tidak Berurutan

Jika seseorang ingin melaksanakan puasa Syawal namun tidak secara berurutan, niatnya bisa dilafalkan seperti ini:

Lafal Arab:
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ سُنَّةِ الشَّوَّالِ للهِ تعالى

Artinya:
“Aku niat puasa sunah Syawal esok hari karena Allah SWT.”

3. Niat Puasa Saat Siang Hari

Puasa sunnah tidak mewajibkan niat dari malam hari, berbeda dengan puasa wajib. Oleh karena itu, jika seseorang belum makan dan minum sejak subuh, maka ia boleh berniat puasa di siang hari. Berikut lafalnya:

Lafal Arab:
نَوَيْتُ صَوْمَ هَذَا اليَوْمِ عَنْ أَدَاءِ سُنَّةِ الشَّوَّالِ لللهِ تعالى

Artinya:
“Aku berniat puasa sunah Syawal hari ini karena Allah SWT.”

Batas Waktu Puasa Syawal 2025

Puasa Syawal dimulai pada tanggal 2 Syawal 1446 H atau bertepatan dengan 1 April 2025 M. Adapun hari terakhir untuk melaksanakan puasa ini jatuh pada tanggal 29 Syawal 1446 H, yang bertepatan dengan 28 April 2025. Oleh karena itu, umat Islam memiliki waktu selama 28 hari untuk menunaikan enam hari puasa Syawal, baik secara berurutan maupun terpisah.

Mana yang Harus Didahulukan: Puasa Qadha atau Puasa Syawal?

Terdapat perbedaan pandangan mengenai apakah puasa qadha Ramadhan harus diselesaikan terlebih dahulu sebelum memulai puasa Syawal. Secara umum, kewajiban harus didahulukan dari amalan sunnah. Maka, jika memungkinkan, puasa qadha hendaknya ditunaikan lebih dulu.

Beberapa alasan yang mendasari pendapat ini:

  • Puasa qadha adalah kewajiban yang menjadi utang kepada Allah dan harus dilunasi.
  • Sementara puasa Syawal adalah sunnah yang bersifat terbatas pada bulan Syawal.
  • Jika khawatir tidak bisa melaksanakan puasa Syawal karena banyaknya utang puasa, sebagian ulama membolehkan mendahulukan puasa Syawal terlebih dahulu.
  • Namun, bagi mereka yang lebih tenang menyelesaikan kewajiban dulu, maka mendahulukan qadha lebih utama.

Dengan kata lain, mendahulukan puasa qadha adalah pilihan utama jika masih memungkinkan menyusul puasa Syawal setelahnya. Tapi jika waktu sangat terbatas, maka boleh mendahulukan puasa Syawal, lalu qadha dilakukan setelah itu.

Puasa Syawal merupakan ibadah sunnah yang penuh keutamaan, setara dengan pahala puasa selama satu tahun. Syariat memberikan kemudahan dalam pelaksanaannya. Tidak ada keharusan untuk melakukannya secara berurutan. Asalkan dilakukan dalam bulan Syawal dan berjumlah enam hari, maka sudah mencukupi.

Jika memungkinkan, berpuasalah secara berturut-turut sejak awal Syawal. Namun jika situasi dan kondisi tidak memungkinkan, maka melakukannya secara terpisah tetap sah dan berpahala. Jangan lupa niat dan sesuaikan dengan kondisi waktu Anda.

Menjalankan ibadah puasa Syawal, meski tidak berurutan, tetap memberikan pahala besar sebagaimana dijanjikan oleh Rasulullah SAW. Sama seperti ibadah umroh, yang meskipun waktu pelaksanaannya fleksibel, tetap menjadi jalan mendekatkan diri kepada Allah. Bersama Arrayyan Al Mubarak, Anda bisa melengkapi momen ibadah ini dengan paket umroh yang nyaman, terpercaya, dan sesuai syariat. Nikmati perjalanan ibadah yang tenang, sambil membawa semangat Syawal menuju Tanah Suci. Yuk, sempurnakan ibadah Ramadhan dan Syawal Anda bersama Arrayyan Al Mubarak!

Menikah saat Ihram: Hukum dan Dalil Larangannya

Menikah saat Ihram: Hukum dan Dalil Larangannya

Menunaikan ibadah haji dan umrah merupakan salah satu momen sakral dalam kehidupan seorang muslim, di mana seluruh perhatian dan niat difokuskan hanya untuk menggapai ridha Allah SWT. Dalam proses pelaksanaannya, terdapat berbagai ketentuan yang harus dipatuhi, termasuk larangan-larangan saat mengenakan ihram. Salah satu larangan penting namun sering kurang disadari adalah tidak diperbolehkannya menikah atau menikahkan orang lain selama dalam keadaan ihram. Artikel ini akan membahas secara mendalam mengenai hukum menikah saat ihram, beserta dalil-dalil yang mendasarinya, agar setiap jamaah dapat menjalankan ibadahnya dengan benar dan penuh kekhusyukan.

Ketentuan Menikah saat Berihram

Dalam kondisi ihram, seorang muslim dilarang untuk melakukan pernikahan, baik sebagai pihak yang menikah maupun sebagai wali atau perantara dalam akad nikah. Bahkan, kegiatan seperti melamar pun termasuk dalam hal yang terlarang.

Mengapa Pernikahan Dilarang Saat Ihram?

Ibadah haji dan umrah merupakan momentum khusus bagi umat Islam untuk berkonsentrasi sepenuhnya kepada Allah SWT. Dalam kondisi ihram, seorang muslim berada dalam keadaan suci dan khusyuk yang ditujukan semata-mata untuk ibadah. Oleh karena itu, kegiatan yang berkaitan dengan duniawi, seperti pernikahan, dianggap dapat mengganggu kekhusyukan tersebut.

Akad nikah memiliki nuansa duniawi karena menjadi jalan untuk mendapatkan kenikmatan dan kesenangan dunia. Hal ini bertentangan dengan semangat ihram, yang mengharuskan seseorang untuk menahan diri dari berbagai bentuk kenikmatan dan fokus pada penghambaan. Maka dari itu, pernikahan saat sedang berihram dinilai tidak sesuai dengan ruh dan tujuan dari pelaksanaan ibadah haji dan umrah.

Dalil Pelarangan Menikah dalam Keadaan Ihram

Larangan menikah saat sedang dalam keadaan ihram didasarkan pada hadis Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Utsman bin Affan RA. Dalam hadis tersebut, Rasulullah SAW secara tegas menyatakan bahwa orang yang sedang berada dalam keadaan ihram tidak diperkenankan untuk melakukan pernikahan, tidak boleh menikahkan orang lain, dan tidak dibolehkan pula melamar.

Hadis ini menjadi landasan yang kuat bagi para ulama dalam menetapkan hukum larangan akad nikah selama dalam kondisi ihram. Maka, baik laki-laki maupun perempuan yang sedang berihram, wajib menghindari segala bentuk kegiatan yang berkaitan dengan pernikahan.

Ragam Larangan Lain Saat Ihram

Dalam pelaksanaan ibadah haji dan umrah, terdapat sejumlah larangan lain yang wajib dipatuhi oleh setiap jamaah yang sudah berniat dan memasuki kondisi ihram. Pelanggaran terhadap larangan ini dapat membatalkan ibadah atau mengharuskan membayar fidyah. Berikut adalah beberapa hal yang tidak diperbolehkan saat berihram:

1. Meninggalkan Kewajiban Ibadah Haji

Setiap kewajiban dalam haji seperti thawaf, sa’i, dan wukuf di Arafah harus dilaksanakan. Jika salah satu kewajiban tersebut ditinggalkan, maka ibadah haji menjadi tidak sah atau harus diganti dengan fidyah.

2. Mencukur atau Menghilangkan Rambut

Seorang yang sedang berihram tidak diperkenankan mencukur rambutnya, baik dari kepala maupun dari bagian tubuh lainnya. Larangan ini menunjukkan tanda kehormatan terhadap kondisi ihram.

3. Menggunting Kuku

Sama halnya dengan rambut, kuku juga tidak boleh dipotong selama berada dalam keadaan ihram, kecuali dalam keadaan darurat seperti luka atau kondisi medis tertentu.

4. Menutup Kepala bagi Laki-laki dan Wajah bagi Perempuan

Laki-laki dilarang menutup kepala dengan peci, topi, atau penutup lainnya selama berihram. Sedangkan perempuan tidak diperbolehkan menutup wajah, meskipun menggunakan cadar atau niqab. Namun, menutupi wajah tanpa menempel, seperti menggunakan kain yang digantung, masih diperbolehkan.

5. Memakai Pakaian Berjahit bagi Laki-laki

Laki-laki tidak boleh mengenakan pakaian yang dijahit sesuai bentuk tubuh seperti baju, celana panjang, atau pakaian dalam. Sebagai gantinya, mereka harus mengenakan kain ihram tanpa jahitan dan tanpa pola jahitan yang membentuk lekuk tubuh.

6. Menggunakan Wewangian

Segala jenis parfum atau bahan yang memiliki aroma harum dilarang digunakan selama ihram. Ini termasuk parfum pada pakaian, badan, maupun benda-benda lain seperti sabun atau krim yang wangi.

7. Memburu Hewan Darat yang Halal Dimakan

Membunuh atau memburu hewan darat yang halal untuk dikonsumsi tidak diperkenankan saat ihram, baik hewan tersebut berada di dalam maupun di luar tanah haram. Pelanggaran terhadap larangan ini juga mengharuskan adanya kompensasi tertentu.

8. Berhubungan Suami Istri (Jima’)

Melakukan hubungan intim selama dalam keadaan ihram adalah salah satu larangan terbesar. Bahkan, jika jima’ dilakukan sebelum tahallul pertama (sebelum bercukur atau memotong rambut setelah tahapan haji), maka hal tersebut bisa membatalkan haji.

9. Bermesraan atau Bercumbu di Luar Hubungan Intim

Meskipun tidak sampai berhubungan badan, kegiatan seperti mencium, menyentuh dengan syahwat, atau bercumbu tetap termasuk dalam hal yang dilarang selama ihram. Hal ini dimaksudkan agar jamaah tetap menjaga kekhusyukan dan kesucian niat ibadah.

Larangan-larangan yang berlaku selama ihram, termasuk larangan menikah, memiliki tujuan untuk menjaga kesucian ibadah haji dan umrah. Hal ini menegaskan bahwa ibadah tersebut bukan hanya sekadar serangkaian ritual fisik, melainkan juga merupakan bentuk penyucian jiwa dan penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah SWT. Mematuhi semua larangan selama ihram adalah wujud ketakwaan serta bukti bahwa kita memprioritaskan keridhaan Allah di atas segala hal, termasuk keinginan duniawi seperti pernikahan.

Menjalankan ibadah haji dan umrah bukan sekadar perjalanan spiritual, tetapi juga panggilan jiwa untuk berserah sepenuhnya kepada Allah. Di tengah semangat menjalankan ibadah, penting bagi setiap jamaah untuk memahami larangan ihram, termasuk larangan menikah yang kerap terlewatkan. Bersama travel haji Arrayyan Al Mubarak, Anda tak hanya mendapatkan kenyamanan perjalanan, tetapi juga bimbingan keilmuan yang mendalam seputar ibadah umrah dan haji. Dengan tim pembimbing berpengalaman dan paket haji plus dan umroh yang terstruktur rapi, Arrayyan Al Mubarak memastikan setiap langkah ibadah Anda sesuai tuntunan syariat—agar perjalanan ke tanah suci ini menjadi bekal abadi untuk akhirat.